Sejarah Perkembangan Aplikasi SLiMS
Dalam artikel ini Kami akan membahas secara lengkap perkembangan automasi perpustakaan slims dari tahun ke tahun.
3. Rilis SLiMS Versi pertama 1.0 ke Publim Codename Senayan.
4. Perkembangan SLiMS sampai hari ini (Disertasi Screenshot Aplikasi)
5. Fitur dari SLiMS
Apa itu Aplikasi Senayan / SLiMS
Dokumentasi Malam anugerah INAICTA 2009 sumber : slims.web.id |
1. keterbatasan dalam menambahkan fitur-fitur baru. Antara lain: kebutuhan manajemen serial, meng-online-kan katalog di web dan kustomisasi report yang sering berubah-ubah kebutuhannya. Penambahan fitur jika harus meminta modul resmi dari developer Alice, berarti membutuhkan dana tambahan yang tidak kecil. Apalagi tidak ada distributor resminya di Indonesia sehingga harus mengharapkan support dari Inggris. Ditambah lagi beberapa persyaratan yang membutuhkan infrastruktur biaya mahal seperti dedicated public IP agar bisa meng-online-kan Alice di web.
2. Sulitnya mempelajari lebih mendalam cara kerja perangkat lunak Alice. Karena Alice merupakan sistem proprietary yang serba tertutup, segala sesuatunya sangat tergantung vendor. Dibutuhkan sejumlah uang untuk mendapatkan layanan resmi untuk kustomisasi.
3. Sulit (atau tidak mungkin) untuk melakukan redistribusi sistem Alice. Alice merupakan perangkat lunak yang secara lisensi tidak memungkinkan diredistribusi oleh pengelola Perpustakaan Depdiknas secara bebas. Semuanya harus ijin dan membutuhkan biaya.
1. Alice memang handal (reliable), tapi punya banyak keterbatasan. Biaya sewanya memang relatif murah, tetapi kalau membutuhkan support tambahan, baik sederhana ataupun kompleks, sangat tergantung dengan developer Alice yang berpusat di Inggris. Butuh biaya yang kalau di total juga tidak murah.
2. Model lisensi proprietary yang digunakan developer Alice tidak cocok dengan kondisi kebanyakan perpustakaan di Indonesia. Padahal pengelola Perpustakaan Depdiknas sebagai koordinator banyak perpustakaan di lingkungan Depdiknas, punya kepentingan untuk bisa dengan bebas melakukan banyak hal terhadap software yang digunakan.
3. Menyimpan data penting dan kritikal untuk operasional perpustakaan di suatu software yang proprietary dan menggunakan sistem sewa, dianggap sesuatu yang konyol dan mengancam independensi dan keberlangsungan perpustakaan itu sendiri.
4. Alice berjalan diatas sistem operasi Windows yang juga proprietary padahal pengelola Perpustakaan Depdiknas ingin beralih menggunakan Sistem Operasi open source (seperti GNU/Linux dan FreeBSD).
5. Masalah devisa negara yang terbuang untuk membayar software yang tidak pernah dimiliki.
6. Intinya: pengelola Perpustakaan Depdiknas ingin menggunakan software yang memberikan dan menjamin kebebasan untuk: menggunakan, mempelajari, memodifikasi dan melakukan redistribusi. Lisensi Alice tidak memungkinkan untuk itu.
• Dirilis dibawah lisensi yang menjamin kebebasan untuk: menggunakan, mempelajari, memodifikasi dan melakukan redistribusi. Model lisensi open source (www.openosurce.org) dianggap sebagai model yang paling ideal dan sesuai.
• Teknologi yang digunakan untuk membangun sistem juga harus berlisensi open source.
• Teknologi yang digunakan haruslah teknologi yang relatif mudah dipelajari oleh pengelola perpustakaan Depdiknas yang berlatarbelakang pendidiknas pustakawan, seperti PHP (scripting language) dan MySQL (database). Jika tidak menguasai sisi teknis teknologi, maka akan terjebak kembali terhadap ketergantungan pada developer.
Baca juga : Aplikasi Open Source Untuk Manajemen Koleksi Perpustakaan
1. Desain aplikasi dan database yang tidak baik atau kurang menerapkan secara serius prinsip-prinsip pengembangan aplikasi dan database yang baik sesuai dengan teori yang ada (PHPMyLibrary, OpenBiblio).
2. Menggunakan teknologi yang sulit dikuasai oleh pengelola perpustakaan Depdiknas (KOHA dan EverGreen dikembangkan menggunakan Perl dan C++ Language yang relatif lebih sulit dipelajari).
3. Beberapa sudah tidak aktif atau lama sekali tidak di rilis versi terbarunya (PHPMyLibrary dan OpenBiblio).
2. Apakah SLiMS Berbayar?
Para developer mendapatkan penghasilan dari menjadi narasumber-narasumber pengenalan slims, instalasi dan pengembangan fitur khusus slims di berbagai instansi.
tampilan SLiMS 3 Matoa |
tampilan SLiMS 5 Meranti |
Tampilan SLiMS 7 Cendana |
Tampilan SLiMS 8 Akasia |
Tampilan SLiMS 9 Bulian |
4. Fitur dari SLiMS
Ada beberama modul atau menu dalam aplikasi, diantarannya:
- Modul Pengatalogan (Cataloging Module)
- Modul Penelusuran (OPAC/Online Public Access catalog Module)
- Modul Sirkulasi (Circulation Module)
- Modul Manajemen Keanggotaan (Membership Management Module)
- Modul Inventarisasi Koleksi (Stocktaking Module)
- Modul Statistik/Pelaporan (Report Module)
- Modul Manajemen Terbitan Berseri (Serial Control)
Rangkuman
Latar belakang pengembangan SLiMS ialah, Perangkat lunak Alice yang sudah habis masa pakainya dan departemen tidak memiliki anggaran untuk memperpanjang masa pakai selain itu Alice merupakan produk tidak bebas (proprietary) yang serba tertutup dan menggunakan sistem sewa sehingga Alice tidak dapat didistribusikan ke perpustakaan di lingkungan departemen.
SLiMS dikembangkan oleh Tim Pusat Informasi dan Humas Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Program tersebut pertama kali dikembangkan pada bulan November 2006, dan di dirilis pertama kali November 2007, bertepatan dengan ulang tahun Perpustakaan Departemen Pendidikan Nasional yang ketiga. Kode awal (1.0) diberi nama kode "Senayan". Alasannya sederhana, karena awal dikembangkan di perpustakaan Depdiknas yang berlokasi di Senayan.
SLiMS dikembangkan dengan General Public License sehingga software tersebut dapat digunakan, dipelajari, diubah, dan didistribusikan ke pihak lain secara bebas. Program tersebut menggunakan PHP, basis data MySQL, dan pengontrol versi Git. SLiMS terus dilakukan penyempurnaan pada program untuk menutupi ‘bolong-bolong’ dan bug yang ada. Pada bulan November 2007 SLiMS mulai diluncurkan kepada publik agar program tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh perpustakaan-perpustakaan di Indonesia. Namun, setelah peluncurannya ternyata SLiMS masih mengalami kegagalan pada saat program tersebut dijalankan sehingga Hendro Wicaksono selaku Koordinator dari Senayan Developers Community) mengundang pustakawan yang aktif di Mailing List ISIS (perangkat lunak manajemen perpustakaan milik UNESCO) untuk melakukan perbaikan dalam segi penambahan fitur, perbaikan, dan pembaruan dokumen senayan. Selain melakukan pengembangan untuk menyempurnakan program yang ada, tim pengembang juga membuat paket program untuk memudahkan pemasangan yang dinamakan Portable Senayan (psenayan) yang meliputi program senayan, Apache, PHP, dan MySQL sehingga penggguna hanya perlu meng-copy, mengekstrak, dan langsung menggunakannya pada komputer atau server.
Dengan dilakukannya pengembangan guna penyempurnaan program SLiMS memiliki banyak versi dan versi-versi tersebut selalu mengalami peningkatan karena dengan melakukan pengembangan maka program akan lebih stabil dan adanya dokumen program terbaru. Hingga saat ini SLiMS sudah berkembang dengan sangat pesat, adapun versi dari SLiMS yaitu SLiMS 3.14 (Seulanga), SLiMS 3.14 (Matoa), SLiMS 5 (Meranti), SLiMS 7 (Cendana), dan SLiMS 8 (Akasia), SLiMS 9 (Bulian). Penggunaan nama-nama flora di Indonesia karena para pengembang SLiMS berharap, rilisnya SLiMS dapat menjadi media pembelajaran bagi penggunanya untuk mengetahui seluk beluk flora di Indonesia yang namanya digunakan sebagai nama kode rilis SLiMS.
Posting Komentar